Darah yang Mengalir di Balik Kata "Cinta"
Babak 1: Bunga Persik yang Mekar Seribu Tahun
Di bawah langit Beijing yang kelabu, Li Wei, seorang pelukis kaligrafi muda, merasakan tarikan aneh. Setiap musim semi, ketika bunga persik bermekaran di Taman Jingshan, dadanya sesak oleh kerinduan yang tak bernama. Dia tidak tahu mengapa, tapi aroma bunga itu selalu membawanya ke masa lalu yang kabur dan menyakitkan.
Seratus tahun lalu, di tempat yang sama, hiduplah seorang wanita bernama Meilan. Ia adalah putri seorang jenderal yang ternama, terkenal karena kecantikannya dan hatinya yang lembut. Meilan mencintai seorang sarjana miskin bernama Zhao Feng. Cinta mereka, bagaikan bunga persik yang mekar di tengah musim dingin, indah namun rapuh.
Namun, cinta mereka terlarang. Jenderal Li, ayah Meilan, telah menjanjikannya kepada seorang panglima perang yang kejam dan ambisius. Zhao Feng, dalam keputusasaannya, berjanji akan merebut kekuasaan untuk membuktikan cintanya pada Meilan.
Janji itu berujung malapetaka. Zhao Feng dikhianati, ditangkap, dan dieksekusi di depan mata Meilan. Sebelum nyawanya direnggut, Zhao Feng berteriak, "Aku akan kembali! Aku akan menemukanmu, Meilan!"
Meilan, hancur hatinya, memilih mengakhiri hidupnya dengan menenggelamkan diri di Danau Jingshan, di bawah pohon persik yang menjadi saksi bisu cinta mereka. Sebelum menghembuskan napas terakhir, ia berbisik, "Aku akan menunggumu, Zhao Feng...selamanya."
Li Wei tidak tahu kisah Meilan dan Zhao Feng. Tapi setiap kali ia menggambar bunga persik, air mata tanpa sadar menetes di atas kertas. Ia merasa... familiar.
Babak 2: Bisikan dari Kehidupan Lampau
Takdir mempertemukan Li Wei dengan seorang wanita muda bernama Lin Yue. Lin Yue adalah seorang pianis berbakat, namun hidupnya dihantui oleh mimpi buruk yang sama berulang kali: seorang pria dengan mata yang penuh cinta dan kepedihan dieksekusi di hadapannya.
Suatu malam, saat Li Wei menghadiri konser Lin Yue, ia mendengar melodi yang sangat familiar. Melodi itu adalah lagu cinta yang diciptakan Zhao Feng untuk Meilan seratus tahun lalu. Li Wei merasakan jantungnya berdebar kencang.
Setelah konser, mereka bertemu. Saat tangan mereka bersentuhan, mereka berdua merasakan sengatan listrik yang kuat. Lin Yue menatap Li Wei dengan mata yang terbelalak. "Kamu...kau..."
Li Wei, dengan suara bergetar, menyelesaikan kalimatnya, "Apakah kamu... Meilan?"
Dimulailah perjalanan mereka untuk mengungkap misteri masa lalu mereka. Mereka menemukan catatan harian Meilan dan surat-surat Zhao Feng yang tersembunyi di sebuah rumah tua di pinggiran kota. Setiap halaman, setiap kata, terasa seperti pengingat dari kehidupan yang pernah mereka jalani.
Babak 3: Kebenaran yang Pahit dan Pengampunan yang Menusuk
Akhirnya, kebenaran pahit terungkap. Jenderal Li, ayah Meilan, ternyata tidak hanya menjodohkan Meilan dengan panglima perang. Ia juga yang mengkhianati Zhao Feng, karena takut akan ambisi sarjana miskin itu. Jenderal Li ingin memastikan kekuasaannya tetap aman, bahkan jika itu berarti mengorbankan kebahagiaan putrinya sendiri.
Li Wei, yang adalah reinkarnasi Zhao Feng, diliputi amarah. Ia ingin membalas dendam pada keturunan Jenderal Li. Tapi kemudian, ia menatap mata Lin Yue, yang adalah reinkarnasi Meilan. Ia melihat kesedihan dan kepasrahan di sana.
Meilan telah memaafkan ayahnya. Ia mengerti bahwa ayahnya melakukan itu karena cinta – cinta yang salah, cinta yang buta. Tapi tetap saja, cinta.
Li Wei mengerti. Dendam hanya akan memperpanjang siklus penderitaan. Ia memilih jalan yang lebih sulit: PENGAMPUNAN.
Ia mengunjungi makam Jenderal Li, bukan untuk mencaci maki, tapi untuk meletakkan seikat bunga persik. Ia berbisik, "Aku mengampunimu. Semoga kamu tenang."
Epilog
Musim semi kembali datang. Li Wei dan Lin Yue berdiri di bawah pohon persik di Taman Jingshan. Bunga-bunga bermekaran dengan indah, seolah merayakan cinta mereka yang telah melampaui waktu dan kematian.
Lin Yue memegang tangan Li Wei erat-erat. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Li Wei tersenyum lembut. "Kita akan hidup. Kita akan mencintai. Kita akan belajar dari masa lalu, tapi kita tidak akan terikat olehnya."
Mereka berdua tahu, mereka akan selalu terhubung. Darah yang mengalir di balik kata 'cinta' telah mengikat jiwa mereka selamanya.
Saat angin berhembus pelan, Li Wei mendengar bisikan lirih di telinganya, "...JANGAN LUPA, JANJI KITA DI BAWAH POHON PERSIC…"
You Might Also Like: Reseller Skincare Bisnis Rumahan Kota