Pelukan yang Mengandung Rahasia Lama
Hujan musim gugur mencambuk Kota Terlarang, merobek malam menjadi serpihan dingin. Di Paviliun Anggrek yang sunyi, Li Mei, Putri Mahkota dengan senyum selembut sutra, menuangkan arak untuk Bai Lian, sahabatnya sejak kecil, Jenderal Agung yang gagah berani.
"Lian," bisik Li Mei, suaranya bagai lonceng perak yang bergetar dalam kegelapan. "Kemenanganmu atas suku Barbar itu... sungguh gemilang."
Bai Lian tersenyum, matanya setajam pedang yang diasah. "Semua berkat strategi yang Anda ajarkan, Yang Mulia."
Senyum mereka bertemu, bagai dua pisau yang berdansa di udara, masing-masing menyembunyikan ujung yang mematikan. Mereka tumbuh bersama, bermain di taman istana, berlatih ilmu pedang di bawah pohon sakura. Mereka adalah saudara jiwa, atau begitulah yang mereka percayai.
Namun, di balik senyum dan kata-kata manis, tersembunyi rahasia yang membusuk, racun yang merusak pondasi persahabatan mereka. Li Mei tahu, dan Bai Lian pun mungkin tahu.
"Apakah kau ingat," kata Li Mei, memecah keheningan, "saat kita masih kecil, dan kita berjanji untuk saling melindungi... selamanya?"
Mata Bai Lian berkilat. "Tentu saja, Yang Mulia. Janji adalah janji." Ia mengangkat cawan araknya. "Untuk persahabatan kita yang abadi."
Mereka minum, tapi rasa pahit menjalari tenggorokan Li Mei. Ia tahu, persahabatan mereka telah lama mati, terkubur di bawah gunung kebohongan dan pengkhianatan.
Misteri itu mulai terurai ketika Li Mei menemukan gulungan tua di ruang kerja ayahnya, Kaisar. Gulungan itu berisi surat-surat yang dikirimkan oleh mendiang ibunya, Permaisuri, kepada seorang pria bernama… Bai Zhan, ayah Bai Lian.
Isi surat-surat itu bagai petir yang menyambar. Permaisuri dan Bai Zhan saling mencintai. Bai Lian bukan hanya sahabat Li Mei, tapi kemungkinan adalah saudara tirinya. Dan yang lebih mengejutkan, Permaisuri merencanakan pemberontakan untuk merebut tahta dari Kaisar, dengan bantuan Bai Zhan.
Namun, pemberontakan itu gagal. Bai Zhan dihukum mati, Permaisuri dipenjara dan akhirnya meninggal karena sakit. Dan Li Mei, yang masih bayi, diadopsi oleh Kaisar dan dijadikan Putri Mahkota.
Siapa yang mengkhianati siapa? Apakah Bai Zhan mengkhianati Permaisuri dengan membocorkan rencana mereka kepada Kaisar? Atau apakah Kaisar, yang mengetahui perselingkuhan Permaisuri, sengaja menjebak mereka?
Li Mei tahu, Bai Lian pasti tahu kebenaran tentang keluarganya. Dan ia pasti merencanakan balas dendam.
Malam itu, di perayaan ulang tahun Kaisar, Bai Lian membuat langkahnya. Ia menuduh Kaisar telah membunuh ayahnya secara tidak adil, dan mendeklarasikan pemberontakan. Pertumpahan darah tak terhindarkan.
Li Mei dan Bai Lian bertemu di tengah kekacauan. Pedang mereka berdansa, suara baja beradu memecah kesunyian malam.
"Kau tahu," kata Li Mei, terengah-engah, "kau adalah saudaraku."
Bai Lian tertawa sinis. "Saudara? Kau adalah anak dari Kaisar yang membunuh ayahku! Kau adalah musuhku!"
"Ibumu," kata Li Mei, air mata mengalir di pipinya, "merencanakan pemberontakan. Ayahmu terlibat. Mereka berdua bersalah."
Mata Bai Lian dipenuhi amarah. "Kebohongan! Kaisar merebut wanita dan tahta ayahku! Ini semua karena dia!"
Pertarungan mereka mencapai puncaknya. Li Mei, dengan segenap kekuatan yang tersisa, menusuk jantung Bai Lian. Bai Lian tersenyum pahit, darah membasahi dadanya.
"Aku… tahu… kau… tidak… bersalah…" bisiknya, suaranya semakin melemah.
Sebelum menghembuskan nafas terakhir, Bai Lian menarik Li Mei ke dalam pelukan. Pelukan yang mengandung rahasia lama, pelukan yang mematikan.
Di saat-saat terakhirnya, Bai Lian membisikkan satu kalimat yang membuat Li Mei terdiam: "Ayahku... yang membunuh... ibumu..."
You Might Also Like: Uncover Automotive Rivalry 2025 Honda