Kau Menyebut Namaku Pelan, dan Seluruh Dunia Berhenti Sejenak
Rinai gerimis menari di jendela kamar Yu Qing. Di tangannya tergenggam secangkir teh oolong yang mulai mendingin. Aroma melati yang lembut gagal menenangkan hatinya yang bergejolak. Dulu, di ruangan ini, di bawah rembulan yang sama, dia pernah menyebut namanya.
"Yu Qing..." bisiknya lirih, seolah takut memecah keheningan malam. Kata-kata itu bagaikan mantra, menghentikan putaran dunia, dan hanya menyisakan mereka berdua.
Namun, mantra itu kini telah sirna.
Senyumnya, dulu Yu Qing kira adalah mentari yang menghangatkan jiwanya, ternyata hanyalah topeng indah. Pelukannya, yang dulu terasa sebagai perlindungan abadi, ternyata dipenuhi racun keberbohongan. Janji-janjinya, yang dulu terukir indah di langit malam, kini menjelma menjadi belati tajam, menancap dalam-dalam di relung hati.
Pengkhianatan. Kata itu menggema di benak Yu Qing, bagaikan lonceng kematian yang terus berdentang.
Ia menatap pantulan dirinya di cermin. Wajahnya pucat, namun tetap anggun. Ia belajar menyembunyikan luka. Belajar tersenyum di tengah badai. Belajar berdiri tegak di atas puing-puing harapan. Elegansi adalah senjatanya sekarang.
Berbulan-bulan berlalu. Yu Qing membangun kembali hidupnya, setahap demi setahap. Ia memfokuskan diri pada bisnis keluarganya, memperluas jaringan, dan meraih kesuksesan yang gemilang. Di balik kesuksesannya itu, tersimpan dendam yang membara.
Namun, Yu Qing bukan tipe orang yang berlumuran darah. Balas dendamnya adalah kesuksesan. KESUKSESAN MUTLAK. Ia ingin membuatnya menyesal. Menyesal telah melepaskannya. Menyesal telah mengkhianatinya.
Akhirnya, hari itu tiba. Pria itu, mantan kekasihnya, berdiri di hadapannya, memohon ampun. Ia kehilangan segalanya. Reputasinya hancur. Bisnisnya bangkrut. Ia ditinggalkan oleh semua orang.
Yu Qing menatapnya dengan tatapan dingin. "Kau tahu, dulu, ketika kau menyebut namaku pelan, aku merasa dunia berhenti. Sekarang, dengarkan baik-baik," bisiknya, "duniaku akan terus berputar tanpamu."
Ia tersenyum. Bukan senyum yang hangat dan tulus seperti dulu, melainkan senyum DINGIN dan penuh perhitungan.
Pria itu menunduk, air mata membasahi pipinya. Penyesalan terpancar jelas dari matanya.
Yu Qing berbalik dan melangkah pergi, meninggalkan pria itu dalam kehancurannya. Ia tahu, balas dendamnya telah selesai. Bukan darah yang tertumpah, tapi penyesalan abadi yang akan menghantuinya seumur hidup.
Di tengah keheningan, Yu Qing menyadari sesuatu yang pahit: cinta dan dendam lahir dari tempat yang sama... sebuah hati yang PERNAH percaya.
You Might Also Like: Cerita Seru Kau Berkata Akan Menghapus