Aku Mencintaimu Dengan Luka, Dan Luka Itu Jadi Jembatan Menuju Kekekalan



Kabut ungu menggantung rendah di atas Danau Bulan Sabit. Di tepinya, berdiri Xiao Lan, gaun sutranya berkibar seperti sayap patah. Matanya, sekelam malam tanpa bintang, terpaku pada sosok yang berjalan mendekat. Itu dia, Li Wei, kaisar yang dulu adalah segalanya baginya.

Dulu, di bawah pohon sakura yang sama, mereka saling berjanji. Janji yang seindah bunga sakura di musim semi, namun serapuh kelopaknya saat diterpa angin. "Xiao Lan," bisiknya kala itu, jari-jarinya menggenggam jemarinya erat. "Aku akan selalu melindungimu. Kau adalah matahariku, penerang hidupku."

KEBOHONGAN! Jerit hatinya sekarang.

Li Wei berdiri di hadapannya, kerutan kekhawatiran terpahat di wajahnya yang dulu tampan. "Xiao Lan... aku tahu, aku telah mengecewakanmu."

Kata-kata itu terasa seperti pecahan kaca yang menghantam dadanya. Mengecewakannya? Dia mengambil segalanya! Kepercayaannya, cintanya, bahkan nyaris merenggut nyawanya ketika dia difitnah oleh selirnya, selir kesayangannya. Dia diam saja, membiarkannya mendekam di penjara bawah tanah, nyaris terlupakan.

"Kau tidak mengecewakanku, Yang Mulia," jawab Xiao Lan, suaranya pelan namun menusuk. "Kau menghancurkanku."

Air mata mulai menggenang di pelupuk matanya. Dulu, melihatnya menangis akan membuat Li Wei bergegas memeluknya. Sekarang, dia hanya berdiri terpaku, dipenuhi rasa bersalah yang terlambat disadari.

"Aku... aku menyesal, Xiao Lan. Andai waktu bisa diputar kembali..."

Xiao Lan tertawa lirih, tawa yang getir dan menyayat. "Waktu memang tidak bisa diputar kembali. Tapi, takdir bisa menulis ulang ceritanya." Dia mengangkat tangannya, memperlihatkan gelang giok yang melingkar di pergelangannya. Gelang yang dulu dihadiahkan Li Wei, sekarang telah dirajah dengan racun mematikan. Racun yang perlahan-lahan menggerogoti kesehatannya.

Li Wei terkejut. "Apa... apa yang kau lakukan?"

"Aku mencintaimu, Li Wei," bisik Xiao Lan, air matanya akhirnya tumpah. "Dengan luka. Dan luka itu... menjadi jembatan menuju kekekalan. Kau akan selalu mengingatku, bukan?"

Dia tahu. Dia tahu betul apa yang akan terjadi. Takdir memang kejam. Racun itu tidak hanya akan merenggut nyawanya, tapi juga perlahan-lahan melemahkan kekaisaran Li Wei. Para jenderal yang setia padanya akan memberontak, para menteri yang korup akan semakin merajalela. Kekaisaran yang dibangun dengan darah dan air mata akan runtuh, seperti istana pasir yang diterjang ombak.

Li Wei memeluknya erat, air matanya membasahi rambutnya. "Tidak... kumohon, jangan... Aku mencintaimu..."

Terlambat. Selalu terlambat.

Xiao Lan tersenyum, senyuman yang hancur namun penuh kemenangan. Dia membalas pelukan Li Wei, menyandarkan kepalanya di bahunya. Di danau yang berkabut, dua sosok berpelukan dalam keputusasaan, tidak menyadari bahwa takdir telah menuliskan hukuman. Malam itu, kaisar kehilangan segalanya, dan Xiao Lan mendapatkan... keadilan. Atau setidaknya, ilusi keadilan.

Bintang jatuh menghiasi langit malam, meninggalkan jejak cahaya yang redup. Apakah cintaku cukup untuk menghantuimu selamanya, atau dendamku yang akan mengikat jiwamu di neraka?

You Might Also Like: Supplier Kosmetik Tangan Pertama

Post a Comment

Previous Post Next Post