Harus Baca! Aku Pernah Jadi Bintang Di Langitmu, Sekarang Cuma Notifikasi Yang Kau Abaikan



Udara malam Jakarta menggigil, menusuk tulang seperti jarum es. Hujan turun tanpa ampun, membasahi jalanan dan kenangan yang enggan pergi. Di balik jendela apartemenku, siluet kota tampak buram, serupa dengan hatiku yang terendam luka. Dulu, aku adalah bintang di langitmu, Xiang, dulu aku adalah segalanya. Sekarang? Cuma notifikasi yang kau abaikan.

Lentera kecil di balkon berkedip-kedip, cahayanya nyaris padam, mengingatkanku pada nyala cintaku padamu. Dulu, setiap kali hujan, kau akan memelukku erat, berbisik janji-janji abadi di telingaku. Sekarang, hanya kesunyian yang melilitku, mencekik napasku.

Kita bertemu di universitas, sama-sama mahasiswa arsitektur. Kau, dengan senyum menawan dan bakat luar biasa, langsung menarik perhatianku. Aku, si kutu buku yang pemalu, terpikat oleh karismamu. Kita membangun mimpi bersama, merancang bangunan-bangunan indah yang akan abadi.

Tapi kemudian, dia datang. Lin, mahasiswi baru yang cantik dan ambisius. Kau terpikat. Aku melihatnya, Xiang, aku melihat tatapanmu berubah, senyummu yang dulu hanya untukku kini terbagi. Bayangan kita berdua perlahan patah, terpecah menjadi kepingan-kepingan tajam yang menggores hatiku.

Kau memilihnya. Kau meninggalkanku. Tanpa penjelasan, tanpa maaf. Aku hancur. Aku pergi, meninggalkan Jakarta, meninggalkan universitas, meninggalkan SEGALANYA yang mengingatkanku padamu.

Lima tahun berlalu. Aku kembali. Bukan sebagai Li Wei, si gadis patah hati. Aku kembali sebagai Wei Li, seorang arsitek sukses yang disegani. Aku membangun kerajaan kecilku sendiri, jauh dari bayang-bayangmu.

Namun, kenangan itu tetap membekas, rasa sakit itu tak pernah benar-benar hilang. Aku melihatmu lagi di sebuah konferensi arsitektur. Kau tampak terkejut, gugup. Lin berdiri di sampingmu, menggandeng lenganmu erat. Kalian terlihat bahagia.

Tapi aku tahu, Xiang, kebahagiaan itu palsu. Aku melihatnya di matamu, kerinduan yang tersembunyi, penyesalan yang tak terucap.

Aku mulai mendekatimu, perlahan namun pasti. Aku memanfaatkan kekuasaanku, pengaruhku, untuk mengusik hidupmu. Aku merebut proyek-proyekmu, merusak reputasimu, menghancurkan mimpimu.

Kau bertanya, mengapa? Mengapa aku melakukan semua ini?

Aku hanya tersenyum. Aku tidak akan memberimu jawaban yang mudah. Aku ingin kau merasakan apa yang aku rasakan, Xiang. Aku ingin kau hancur berkeping-keping seperti aku dulu.

Malam ini, aku berdiri di balkon, menyaksikan hujan terus mengguyur kota. Cahaya lentera semakin redup, nyaris mati. Aku memegang sebuah amplop cokelat di tanganku. Isi amplop itu akan mengubah hidupmu, Xiang. Isi amplop itu akan mengungkap KEBENARAN yang selama ini kau sembunyikan.

Sejak awal, bukan aku yang merencanakan kecelakaan yang membuat Lin kehilangan kemampuannya untuk melukis, melainkan…

You Might Also Like: 77 Celebrate Mothers Day With These

Post a Comment

Previous Post Next Post